Sunday 13 July 2014

Memperjuangkan Impian, Menitipkan Harapan

Share on :

Memperjuangkan Impian, Menitipkan Harapan
Sabtu, 31 Mei 2014

Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat telah berakhir. Dan
alhamdulillah, saya ditetapkan sebagai pemenangnya.
Walaupun tahapan konvensi hanya berhenti di situ. Tak bisa
lanjut ke tahap berikutnya. Takdir berkata lain. Perolehan
suara Partai Demokrat tak memungkinkan mengusung
capres. Koalisi dengan partai lain pun gagal terbentuk. Tidak
mengapa. Inilah takdir yang harus kita terima.

Konvensi Partai Demokrat bagaimanapun juga harus tetap
kita apresiasi. Hal itu menjadi penambah warna dalam
demokrasi Indonesia. Tahun ini hanya Demokrat yang
menggelar konvensi terbuka. Sebuah langkah maju bagi
demokrasi, walaupun hasilnya belum sesuai harapan.

Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh Relawan Dahlan Iskan
(ReDI) yang telah membantu banyak hal, pada semua
pendukung yang mengantarkan pada perolehan rating
tertinggi dalam konvensi. Bagaimanapun juga kerja keras
selama proses konvensi telah berhasil. Dengan ketetapan
saya sebagai pemenangnya. Para relawan tak perlu kecewa.

Masyarakat telah mengetahui realitas dan konstelali politik
yang ada. Banyak tanggapan. Ada yang mengatakan bahwa
konvensi antiklimaks. Ada yang bilang saya jadi cawapres
saja. Tapi yang paling banyak adalah pertanyaan “Pak,
setelah gagal nyapres lalu bagaimana?”

Saya tersenyum mendengar pertanyaan ini.

Sudah berkali-kali saya katakan bahwa nyapres bagi saya
bukanlah ambisi. Ingin, iya. Tapi bukan yang harus dikejar
dengan mati-matian. Masih banyak cara mengabdi di negeri
ini selain dengan nyapres.

Seperti yang sering saya katakan, yaitu dengan; Kerja! Kerja!
Kerja!

Apa pun kata orang jangan terlampau dipedulikan. Buktikan
saja dengan kerja. Itu yang saya lakukan selama ini. Dari
dulu hingga sekarang sebagai menteri.

Sebenarnya ada tiga pilihan bagi saya saat ini. Pilihan yang
harus saya renungkan dengan baik. Pilihan ini tidak hanya
berkonsekuensi bagi saya pribadi, tapi juga bagi Indonesia.

Pertama, berhenti. Artinya, ya, sudah. Cukup. Berhenti saja
dan menjadi penonton pertarungan dua capres yang ada.
Kedua, berhenti sebentar lalu lanjut lagi. Tahun ini mungkin
tidak bisa nyapres. Tunggu lima tahun lagi. Ketiga, pada
tahun ini menitipkan harapan dan cita-cita kepada orang
yang kita yakini mampu mengembannya.

Seorang manusia diingat bukan karena wajahnya. Tapi
karena ide, cita-cita dan gagasannya. Manusia yang tanpa
punya cita-cita mudah dilupakan. Orang yang telah lama
tiada bisa jadi abadi karena idenya dikenang. Diwariskan
pada generasi selanjutnya. Berusaha untuk diwujudkan.

Saya juga punya cita-cita bagi negeri ini. Sebuah harapan
untuk kemajuan bangsa. Sewaktu mengikuti konvensi saya
uraikan hal itu dengan panjang lebar. Juga dengan langkah-
langkah mencapainya. Dan sangat mungkin untuk dilakukan.

Saya selalu mengatakan bahwa Indonesia harus melakukan
pengamanan energi jangka panjang. Energi merupakan faktor
vital yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi, sosial
bahkan politik. Ketergantungan atas BBM perlu dicarikan
alternatifnya. Ini perlu political will yang kuat dalam
pengembangan teknologi dan penerapan kebijakan. Semua
negara maju telah melakukan langkah ini. Saya juga bercita-
cita dalam lima tahun ini Indonesia mampu menjadi negara
terbesar nomor 9 di dunia. Menurunkan indeks Gini dari 4,2
menjadi 3,4 agar kesejahteraan lebih merata. Serta
menaikkan ranking MDG’s.

Sebuah cita-cita harus diwujudkan. Kalau itu demi bangsa
harus dikerjakan. Lewat tangan siapa pun. Kalau tak bisa
dikerjakan sendiri, minta tolong orang lain untuk membantu
mengerjakan. Oleh karena itulah, tak ada pilihan berhenti.
Pilihan pertama sudah gugur. Tinggal dua pilihan, berhenti
untuk mengambil jeda atau menitipkan cita-cita pada orang
lain.

Saya lebih memilih untuk menitipkan cita-cita pada orang
lain. Pada orang yang kita percayai. Pada orang yang
menurut kita mampu untuk melaksanakannya. Dan saya
memilih itu. Karena bagi saya, terwujudnya cita-cita itu lebih
penting dari sekadar duduk di posisi itu. Kewenangan tidak
untuk dinikmati, tapi dibuktikan dengan kerja. Kerja harus
merupakan perwujudan cita-cita.

Tahun ini kita semua dihadapkan pada pemilihan presiden.
Dengan dua pasangan calon, yaitu Joko Widodo-Jusuf Kalla
dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Saya lebih memilih untuk menitipkan cita-cita pada orang
lain. Ini piihan. Sebuah keputusan yang saya ambil. Pilihan
ini saya ambil karena saya tak mau berhenti bekerja. Saya
tidak mau “jeda” kalau itu urusan bangsa dan negara.
Jangan jadi penonton, tapi lakukan sesuatu. Kerjakan
sesuatu. Inilah motto hidup yang saya pegang selama ini.

Saya tidak memaksa untuk mengikuti pilihan saya, terutama
untuk para relawan. Perbedaan pendapat bukanlah akhir dari
sebuah hubungan. Hubungan baik yang sudah terjalin selama
ini jangan sampai retak hanya persoalan selisih pendapat.
Yang paling penting adalah cita-cita yang kita emban
bersama. Dimanapun pilihan itu dijatuhkan, pastikan cita-
cita itu diwujudkan.

Kerja! Kerja! Kerja!
Dahlan Iskan

Ditulis Oleh : Unknown // 06:07
Kategori:

0 komentar:

Post a Comment

 

Artikel :

Artikel :

Artikel :