Saturday 5 September 2015

Amien Rais Sebut Indonesia Sedang Alami Kerapuhan Politik


Politisi senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mengatakan, saat ini Indonesia sedang mengalami kerapuhan politik. Amien berharap bangsa Indonesia jangan sampai bernasib sama seperti Uni Soviet dan Yugoslavia.

"Menjelang kebangkrutan dua negara tersebut masing-masing ekonominya mengalami kegagalan, rakyatnya hanya dikasih janji-janji, para penguasa negara secara sadar berusaha memecah belah lawan politiknya, ini hampir sama seperti di Indonesia," kata Amien Rais di kediamannya saat mengklarifikasi kepindahan PAN ke KIH di Yogyakarta, Kamis (3/9/2015).

Mantan Ketua MPR ini menjelaskan, ketika mengalami semacam kerapuhan politik, ada kesan kuat pemerintah saat ini tunduk kepada kekuatan asing. Hal tersebut terlihat dari perbankan, pertambangan, pertanian, perkebunan serta sektor ekonomi lainnya sudah didominasi oleh kekuatan asing.

"Saya usulkan agar seluruh kekuatan politik, dalam menghadapi krisis ekonomi melakukan sharing of power dan sharing of responsibility. Karena biasanya orang hanya ingin berbagi kekuasaan tetapi tidak ingin bersedia berbagi tanggung jawab," jelasnya.

Untuk itu, dirinya meminta kepada pemerintah untuk duduk bersama dengan sembilan elemen seperti Pimpinan TNI POLRI, Ketum Parpol, perwakilan pemuka agama yang ada di Indonesia, berbagai tokoh bangsa, wakil perguruan tinggi, wakil pengusaha, perwakilan pemred, wakil NGO/LSM, serta perwakilan tokoh bangsa.

"Elemen-elemen wakil bangsa ini perlu memiliki kesamaan pandangan tentang krisis yang sedang kita hadapi," tandasnya.

Dia berharap pertemuan dengan beberapa elemen itu bisa dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Mungkin diperlukan beberapa hari untuk mengambil sikap yang sama dan komitmen bersama menghadapi tantangan apa pun yang akan datang baik dari dalam maupun luar negri," tandasnya.

Pengamat : Jokowi Didik Rakyat Bermental Pengemis

Presiden Joko Widodo (Jokowi) belakangan ini mengulangi kebiasaannya ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta dengan melakukan blusukan. Termasuk diselipkannya kegiatan bagi-bagi sembako di sela kunjungan kerjanya tersebut kepada warga sebagaimana dia lakukan di kawasan Jakarta Utara.

Sikap yang ditunjukan Presiden Jokowi ini pun menuai kritik dari analisis politik Sidin Constitution, Pangi Syarwi Chaniago. Menurut Pangi, tradisi yang dilakukan Presiden Jokowi tidak elok jika diteruskan apalagi dipertontonkan ke publik.


“Apa yang dilakukan bapak Presiden Jokowi perlu kita kritisi dan tradisi ini tak elok diteruskan dan dipertontonkan ke publik. Sangat berbahaya kalau presiden yang langsung bagi -bagi sembako ke warga. Kalau cuma bagi-bagi sembako, siapa pun pasti bisa, tidak harus menjadi presiden saya kira,” ujarnya kepada Okezone, Sabtu (5/9/2015).

Pangi mengatakan, seharusnya Presiden Jokowi bisa memikirkan dan berbuat hal yang jauh lebih luas dan bermanfaat bagi negara untuk membahagiakan rakyatnya. Tidak dengan membagikan sembako yang justru nantinya akan menjadikan masyarakat habit.

“Bagi- bagi sembako adalah tradisi yang tak baik diteruskan dan dipertahankan. Lama- lama masyarakat akan terbiasa dan berubah menjadi 'habit' menjadi bangsa pengemis, bukan kah tangan di atas tentu jauh lebih baik dari tangan di bawah?, “ tuturnya.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarief Hidayatullah (UIN) Jakarta kembali menegaskan, sikap yang ditunjukkan Presiden Jokowi dengan membagikan sembako jelas merusak. Presiden Jokowi harus segera menghentikan kebiasaan tersebut karena hal tersebut sedianya bertentangan dengan nawa cita dan revolusi mental.

“Aktifitas bagi-bagi sembako di setiap kali kunjungan bapak presiden jelas merusak. Rakyat kita tidak boleh dibiasakan menjadi mental cengeng, pragmatis dan pengemis. Presiden sebaiknya menghentikan kebiasaan mempertontonkan warga berebut sembako. Ini bukan sebuah kegembiraan namun sebuah musibah yang bertentangan dengan nawa cita dan revolusi mental,” tegasnya.

Pangi menambahkan, jangan sampai muncul kesan publik bahwa kegiatan bagi-bagi sembako adalah pencitraan agar rakyat tidak marah di tengah perekonomian kian melemah saat ini. Kendati pada suatu sisi kegiatan bagi-bagi sembako menunjukkan Presiden Jokowi peduli dengan rakyatnya.

“Namun, di sisi lain kegiatan tersebut bertujuan menutupi kelemahan bapak Presiden Jokowi sebagai kepala negara,” pungkasnya.

Bertemu Donald Trump, Fadli Zon Sempat Minta Tanda Tangan dan "Selfie"

KOMPAS.com — Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku tak melewatkan momen pertemuannya dengan calon presiden dari Partai Republik untuk pemilu Amerika Serikat tahun 2016, Donald Trump. Dalam pertemuan itu, Fadli bahkan sempat meminta tanda tangan dan selfie bersama Trump.

"Kalau saya sambil minta tanda tangan Trump dan selfie," kata Fadli saat dihubungi wartawan, Jumat (4/9/2015).

Fadli menjelaskan, pertemuan antara dirinya dan Trump berlangsung di lantai 26 Trump Tower, Kamis (3/9/2015), sekitar pukul 13.00 waktu setempat. Dalam pertemuan itu, ia sempat makan siang bersama Trump selama 30 menit. Usai makan siang, ia menambahkan, Trump mengajak dirinya dan rombongan DPR turun ke lobi Trump Tower untuk ikut dalam kegiatan konferensi pers. Dalam kegiatan itu, Trump sempat memperkenalkan Ketua DPR Setya Novanto kepada awak media, meski dirinya telah selesai berkampanye dan turun podium.

"Karena kami sambil jalan akan pamitan, tentu sebagai sopan santun, harus menunggu tuan rumah selesai," ujarnya.

Berikut video kunjungan pimpinan DPR bertemu dengan Donald Trump:

PAN Gabung ke Pemerintah, Perkuat Megawati atau Jokowi?


KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menilai, merapatnya Partai Amanat Nasional ke sisi pemerintah memunculkan dua kemungkinan, apakah memperkuat Koalisi Indonesia Hebat atau Presiden Joko Widodo.

Menurut Hanta, ada kecenderungan merapatnya PAN justru akan menguntungkan KIH, terutama PDI Perjuangan sebagai partai pengusung presiden.

"PAN akan kita lihat, apakah memperkuat Bu Mega (Ketua Umum PDI-P) atau perkuat Jokowi," ujar Hanta dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (5/9/2015).

Hanta menilai, yang memiliki kendali koalisi bukan Jokowi selaku presiden, melainkan Megawati. Ketika PAN bergabung, kata dia, secara kuantitas kekuatan bertambah.

"Secara kualitas belum tentu (kuat) karena bukan Jokowi yang pegang kendali," kata dia.

Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR, Bambang Soesatyo, menilai, bergabungnya PAN ke pemerintah bisa saja justru menimbulkan kegaduhan. Hal tersebut diakibatkan adanya power sharing sebagai "imbalan" merapatnya dukungan PAN.

"Masuknya PAN bisa saja membuat kegaduhan karena ada kursi yang terancam. Belum-belum, PKB sudah teriak-teriak kursinya jangan diambil," kata Bambang.

 

Artikel :

Artikel :

Artikel :